Kamis, 06 Oktober 2011

Lingkaran Setan Kemiskinan dan Kepemimpinan

Kemiskinan terjadi karena akumulasi berbagai persoalan dan melibatkan banyak aspek. Bukan hanya semata-mata aspek ekonomi. Kemiskinan juga berkaitan dengan aspek sosial, politik, budaya, sumberdaya manusia (pendidikan) dan berbagai aspek lainnya. Yang terjadi di Indonesia adalah adanya Lingkaran Perangkap Kemiskinan (The Vicious Circle)/Lingkaran Setan, yakni terjadinya suatu rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama lain secara sedemikian rupa sehingga menimbulkan keadaan dimana sesuatu negara akan tetap miskin dan akan mengalami banyak kesukaran untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi. Lingkaran setan tersebut menyebabkan terkesan seolah-olah upaya pemberantasan kemiskinan merupakan hal yang sangat sulit, kait-mengkait antara berbagai aspek dan hanya berputar-putar saja.
Kemiskinan bukan saja disebabkan oleh ketiadaan pembangunan dimasa lalu tapi juga menimbulkan hambatan bagi pembangunan yang akan datang. Nurkse dalam Sukirno (1985 : 218) mengatakan bahwa terdapat dua jenis lingkaran perangkap kemiskinan yang menghalangi negara-negara berkembang untuk mencapai tingkat pembangunan yang pesat : dari segi penawaran modal dan dari segi permintaan modal.
Dari segi penawaran modal, lingkaran setan kemiskinan dapat dinyatakan sebagai berikut : Produktifitas rendah menyebabkan pendapatan masyarakat rendah, pendapatan rendah menyebabkan kemampuan menabung rendah sehingga tingkat pembentukan modal rendah, pembentukan odal yang rendah menyebabkan produktifitas juga rendah. Dari segi permintaan modal, perangsang untuk melaksanakan penanaman modal rendah karena luas pasar untuk berbagai jenis barang terbatas karena pendapatan masyarakat yang rendah.
Hal tersebut diperparah lagi oleh adanya International demonstration Effect sebagai dampak dari persaingan dan hubungan internasional antar negara, yakni adanya kecenderungan untuk meniru pola konsumsi masyarakat yang sudah maju. Padahal negara-negara maju tersebut memiliki perbedaan yang signifikan dari sisi pendapatan dan kemampuan modal. Akibat pengeluaran masyarakat menjadi semakin besar dan mengurangi pembentukan modal bagi peningkatan kemampuan produksi nasional sehingga makin memperburuk lingkaran setan kemiskinan yang dihadapi negara.
Meier dan Baldin dalam Sukirno (1985 : 219) menyebutkan suatu lingkaran setan kemiskinan yang lain yang timbul dari hubungan saling mempengaruhi antara keadaan masyarakat yang masih terbelakang dan tradisonal dengan lingkungan alam yang belum dikelola dengan baik. Untuk mengelola potensi kekayaan alamnya, negara harus memiliki tenaga kerja yang ahli dalam memimpin dan melaksanakan berbagai kegiatan ekonomi. Dinegara-negara berkembang, termasuk Indonesia, kekayaan alam belum sepenuhnya dikelola dengan baik karena tingkat pendidikan rakyat masih rendah, kurang sumberdaya manusia yang berkualitas, dan terbatasnya mobilitas sumber-sumber daya lainnya. Kenyataan membuktikan bahwa makin kurang berkembang keadaan sosial ekonomi suatu negara, makin terbatas pengelolaan sumberdaya alamnya, sementara disisi lain karena pengelolaan sumberdaya alam yang terbatas maka menyebabkan pembangunan masyarakat juga menjadi rendah.
Penanganan masalah kemiskinan juga menjadi kian kompleks karena bangsa Indonesia juga menghadapi adanya persaingan dengan negara-negara lain di dunia. Dengan demikian untuk mengatasi permasalahan kemiskinan, harus dilakukan secara komprehensif oleh segenap masyarakat dengan tanpa mengutamakan kepentingan pribadi/golongan. Diperlukan persatuan dan kemauan (Goodwill) semua pihak. Tjokrowinoto (2001 :119) mengatakan, banyak faktor yang menentukan kinerja suatu negara dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, mewujudkan pemerataan, dan menanggulangi kemiskinan. Namun salah satu faktor yang paling berperan dalam menentukan kinerja ini adalah pilihan-pilihan kebijakan yang diambil (policy choice) dan strategi yang diterapkan.
Pada hakekatnya pilihan-pilihan kebijakan merentang diantara dua kutub, yaitu kebijakan ekonomi makro yang berorientasi pada pertumbuhan yang mewujudkan pemerataan dan penanggulangan kemiskinan melalui efek tetes (Trickle Down Effect) disatu pihak dan kebijakan penanggulangan langsung (Direct Attack) terhadap masalah kemiskinan di pihak yang lain, baik melalui strategi karitas (Charity Strategy) maupun melalui strategi pemberdayaan dan pemampuan.
Kebijakan dan strategi tentu ditetapkan oleh pemimpin. Program kerja ataupun rencana tindak (Action Plan) sebaik apapun tidak akan berhasil bila tanpa dibarengi dengan komitmen kuat para pemimpin untuk memberantas kemiskinan. Tidak berlebihan mengatakan bahwa hal yang tidak kalah penting, bahkan bisa dibilang justru merupakan hal yang peling penting dalam upaya mengatasi kemiskinan adalah adanya pemimpin yang memiliki komitmen kuat untuk memberantas kemiskinan.
Menurut Wiranto, Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA), hanya bangsa-bangsa yang berhasil menetralisir masalah domestiknya yang akan eksis dalam persaingan internasional. Sebaliknya bangsa-bangsa yang terus terjebak pada persoalan dalam negerinya akan terus terpuruk dan kalah tidak mampu bangkit lagi. Bangsa Indonesia butuh pemimpin-pemimpin yang handal, yang kelas satu, bukan pemimpin yang coba-coba memimpin, bukan pula yang menjadi pemimpin melalui rekayasa kotor. Yang kita perlukan adalah pemimpin yang demokratis, visioner dan memiliki ketegasan. Artinya kita perlu pemimpin yang bermoral, kualitas intelektual yang memadai, acceptable – yang berarti dipercaya publik, serta berpengalaman memimpin dengan bukti-bukti nyata.
Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan di Indonesia menurut hemat saya, memang pertama sekali yang harus dilakukan adalah : Memilih Pemimpin Berkualitas.

Daftar Pustaka :

Sukirno, Sadono, 1985, “Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan”, LPFE UI, Jakarta

Tjokrowinoto, Moeljarto, Prof. Dr., MPA, 2002, “Pembangunan, Dilema dan Tantangan”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar